Jaipongan adalah sebuah genre seni tari yang lahir  dari kreativitas seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira.  Perhatiannya pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu  menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola  gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu.  Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid  dari beberapa kesenian di atas cukup memiliki inspirasi untuk  mengembangkan tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama  Jaipongan. Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh  yang melatarbelakangi bentuk tari pergaulan ini. Di Jawa Barat misalnya,  tari pergaulan merupakan pengaruh dari Ball Room, yang biasanya dalam  pertunjukan tari-tari pergaulan tak lepas dari keberadaan ronggeng dan  pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk  kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul. Keberadaan  ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang  simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu  dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar  tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya  didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi  rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian  pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang  baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.
Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran  (penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk  Tilu/Doger/Tayub) beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan,  yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta,  Indramayu, dan Subang) dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang  pola tarinya maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan  kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu/Doger/Tayub). Dalam pada itu, eksistensi  tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya di Karawang,  di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng  Banjet ini. Secara koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola  tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan,  nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi  dasar penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari  Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet  adalah Tayuban dan Pencak Silat.
Kemunculan tarian karya Gugum Gumbira pada awalnya disebut Ketuk Tilu  perkembangan, yang memang karena dasar tarian itu merupakan  pengembangan dari Ketuk Tilu. Karya pertama Gugum Gumbira masih sangat  kental dengan warna ibing Ketuk Tilu, baik dari segi koreografi maupun  iringannya, yang kemudian tarian itu menjadi populer dengan sebutan  Jaipongan.
Berkembang
Karya Jaipongan pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari  “Daun Pulus Keser Bojong” dan “Rendeng Bojong” yang keduanya merupakan  jenis tari putri dan tari berpasangan (putra dan putri). Dari tarian itu  muncul beberapa nama penari Jaipongan yang handal seperti Tati Saleh,  Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kurniadi. Awal kemunculan tarian  tersebut sempat menjadi perbincangan, yang isu sentralnya adalah gerakan  yang erotis dan vulgar. Namun dari ekspos beberapa media cetak, nama  Gugum Gumbira mulai dikenal masyarakat, apalagi setelah tari Jaipongan  pada tahun 1980 dipentaskan di TVRI stasiun pusat Jakarta. Dampak dari  kepopuleran tersebut lebih meningkatkan frekuensi pertunjukan, baik di  media televisi, hajatan maupun perayaan-perayaan yang diselenggarakan  oleh pihak swasta dan pemerintah.
Kehadiran Jaipongan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap  para penggiat seni tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian  rakyat yang sebelumnya kurang perhatian. Dengan munculnya tari  Jaipongan, dimanfaatkan oleh para penggiat seni tari untuk  menyelenggarakan kursus-kursus tari Jaipongan, dimanfaatkan pula oleh  pengusaha pub-pub malam sebagai pemikat tamu undangan, dimana  perkembangan lebih lanjut peluang usaha semacam ini dibentuk oleh para  penggiat tari sebagai usaha pemberdayaan ekonomi dengan nama Sanggar  Tari atau grup-grup di beberapa daerah wilayah Jawa Barat, misalnya di  Subang dengan Jaipongan gaya “kaleran” (utara).
Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis, humoris,  semangat, spontanitas, dan kesederhanaan (alami, apa adanya). Hal itu  tercermin dalam pola penyajian tari pada pertunjukannya, ada yang diberi  pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga  ada pula tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada seni  Jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada  Jaipongan gaya kaleran, terutama di daerah Subang. Dalam penyajiannya,  Jaipongan gaya kaleran ini, sebagai berikut: 1) Tatalu; 2) Kembang  Gadung; 3) Buah Kawung Gopar; 4) Tari Pembukaan (Ibing Pola), biasanya  dibawakan oleh penari tunggal atau Sinden Tatandakan (serang sinden tapi  tidak bisa nyanyi melainkan menarikan lagu sinden/juru kawih); 5)  Jeblokan dan Jabanan, merupakan bagian pertunjukan ketika para penonton  (bajidor) sawer uang (jabanan) sambil salam tempel. Istilah jeblokan  diartikan sebagai pasangan yang menetap antara sinden dan penonton  (bajidor).
Perkembangan selanjutnya tari Jaipongan terjadi pada taahun  1980-1990-an, di mana Gugum Gumbira menciptakan tari lainnya seperti  Toka-toka, Setra Sari, Sonteng, Pencug, Kuntul Mangut, Iring-iring Daun  Puring, Rawayan, dan Tari Kawung Anten. Dari tarian-tarian tersebut  muncul beberapa penari Jaipongan yang handal antara lain Iceu Effendi,  Yumiati Mandiri, Miming Mintarsih, Nani, Erna, Mira Tejaningrum, Ine  Dinar, Ega, Nuni, Cepy, Agah, Aa Suryabrata, dan Asep.
Dewasa ini tari Jaipongan boleh disebut sebagai salah satu identitas  keseniaan Jawa Barat, hal ini nampak pada beberapa acara-acara penting  yang berkenaan dengan tamu dari negara asing yang datang ke Jawa Barat,  maka disambut dengan pertunjukan tari Jaipongan. Demikian pula dengan  misi-misi kesenian ke manca negara senantiasa dilengkapi dengan tari  Jaipongan. Tari Jaipongan banyak mempengaruhi kesenian-kesenian lain  yang ada di masyarakat Jawa Barat, baik pada seni pertunjukan wayang,  degung, genjring/terbangan, kacapi jaipong, dan hampir semua pertunjukan  rakyat maupun pada musik dangdut modern yang dikolaborasikan dengan  Jaipong menjadi kesenian Pong-Dut.Jaipongan yang telah diplopori oleh  Mr. Nur & Leni
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih..